Ketika Dinding Bersuara

Aku hanyalah ruangan gelap dan penuh debu. Bertahun-tahun, pemilik rumah membiarkan aku berada di tengah kegelapan. Aku hanyalah kamar berukuran kecil tanpa penerangan. Hanya ada barang-barang yang jarang digunakan di sini. Aku tidak yakin masih bisa disebut kamar atau tidak. Suatu hari, si anak sulung dari pemilik rumah merasa tak tega. Dia merombakku menjadi lebih layak. Sejak saat itu, aku kembali hidup.

 Setiap akhir pekan, si anak sulung menyeleksi barang tak terpakai. Perlahan tempat tidur dirapikan, kaca dipajang, rak buku ditaruh di sudut ruangan dan sebuah lemari kecil berdiri di samping tempat tidur. Kamar ini tidak cukup ruang untuk banyak barang. Si anak sulung tidak masalah dengan hal itu. Beberapa barang miliknya masih disimpan di ruang kamarnya yang dulu.

Selama bertahun-tahun, si anak sulung harus berbagi ruangan dengan adik perempuan. Dia ingin merasa bebas dan ingin memajang hasil gambarnya dan foto-foto di kamar sendiri. Aku sering kali melihatnya membolak balik majalah IKEA bagian kamar tidur. Si anak sulung begitu antusias menatap jajaran furnitur dan dekorasi kamar. Di kamar kecil ini, perlahan ia wujudkan keinginannya.

            Senang melihat si anak sulung bersemangat mempercantik dinding dengan memberikan warna baru. Sepanjang hari, si anak sulung ditemani aroma cat yang khas, kuas dan sekaleng cat. Kini, dinding kamar dibalut dengan warna putih tulang. Titik paling bahagiaku adalah melihat si anak sulung tersenyum puas melihat hasil kerja kerasnya. Di atas dinding putih tulang, dia menempelkan hasil lukisannya, foto-foto bersama teman-temannya dan memberikan lampu dekorasi kelap-kelip setiap malamnya.

            Kamar secara resmi menjadi milik si anak sulung. Kepindahannya ke kamar ini dimulai sejak ia mendapat gelar sebagai mahasiswa UI. Kini, kamar sudah semakin terang. Lampu 20 watt memberikan penerangan yang cukup. Tidak hanya itu, di atas meja nakas ditaruh vas bunga kering sebagai pemanis. Beberapa koleksi kaca matanya dijajarkan di rak dinding menambah hiasan pada dinding yang polos.

Di sini hanya ada satu ranjang untuk satu orang, beberapa rak buku, meja kecil, bangku lipat, kaca dan satu lemari. Tidak ada AC, hanya ada kipas angin kecil di sudut ruangan. Di atas meja kecil hanya ada beberapa alat lukis, alat tulis, kotak menyimpan perhiasan kecil dan kamera kesayangan. Posisi ranjang ditaruh berhadapan dengan kaca panjang. Si anak sulung bisa langsung berkaca saat bangun tidur. Gantungan koleksi ikat pinggang dan tas selempang milik si anak sulung menjuntai di sisi kanan kaca.

Kamar si anak sulung hanya cukup untuk seorang. Biarpun kamar ini kecil, tetapi dia sangat nyaman berlama-lama di sini. Saat hujan turun, si anak sulung lebih suka menghabiskan waktu di dalam kamar, katanya, tempat yang hangat. Kamar si anak sulung berada di dekat halaman belakang rumah. Jika hujan turun, gemercik hujan menyentuh tanah masih bisa didengar. Terkadang wangi hujan masih bisa menyelinap ventilasi kamar, bahkan suara guntur yang menggelegar masih bisa mengetuk pintu kamar. Sembari bersandar di atas tempat tidur, membaca buku dan mendengar suara hujan adalah kegiatan paling menyenangkan bagi si anak sulung.

Di situasi pandemi ini, kamar si anak sulung tidak hanya menjadi tempat beristirahat, tetapi juga untuk belajar, bertemu teman-teman secara virtual, menonton film biokop, mendengarkan lagu, membaca, berselancar di dunia maya, berdandan, berpose di depan kamera hingga menonton konser di layar. Jika saja dunia masih sehat, si anak sulung pasti hanya akan singgah di kamar saat tengah malam hingga pagi hari saja. Sebagian banyak waktunya dihabiskan di luar rumah. Seperti orang menumpang tidur, mandi dan makan saja. Pulang malam dan berangkat pagi, kecuali di akhir pekan.

Aku jarang sekali melihat si anak sulung di Sabtu-Minggu. Si anak sulung memang anak rumahan, lebih banyak menghabiskan waktu di sini, bersamaku. Sering sekali aku melihatnya melukis di tengah malam atau menuliskan sesuatu di buku catatan. Hasil goresan tangannya dijadikan sebagai dekorasi kamar. Walaupun gambarnya tidak sebagus seniman di luar sana, aku senang caranya mempercantik kamar.

Diriku ini menjadi lebih utuh setelah si anak sulung menyulap ruang tak terurus menjadi ruang kamarnya. Aku senang melihatnya tidur nyenyak di bawah kelap kelip cahaya kuning di dinding kamar. Aku hanya bisa berdoa yang terbaik untuknya. Dengan sekuat tenaga, aku akan selalu melindungi si anak sulung dari panas, hujan dan badai. Mudah-mudahan diri ini selalu berdiri kokoh walau badai menerjang.


Comments

Popular Posts