Jelita
Jarum jam berputar menuju pukul sebelas lewat empat puluh.
Akan segera lahir hari
baru, tanggal dua belas desember dua ribu dua puluh.
Hari ini bertepatan dengan perayaan hari lahir seorang ibu tangguh.
Kini usianya menjelang
lima puluh tahun.
Jelita, wanita paruh baya
itu melabeli dirinya demikian.
Perjalanan hidupnya
dirasa berlalu secepat kilat,
tak terasa, hampir
setengah abad berdiri di muka bumi.
Di tengah gelapnya malam,
di bawah atap hunian,
di tengah dinginnya
malam, di balutan selimut,
dalam pikirnya memutar kilas
balik peristiwa,
yang buatnya sakit,
kecewa, dan sedih,
mengingat memori buruk
yang kuasai isi kepala.
Perihal tetangga
bergunjing yang tidak-tidak,
Tindak penipuan aplikasi
arisan yang mengernyit hati,
Kepergian sosok bapak usia
sembilan puluh tahun,
Berhadapan dengan sanak
saudara yang tak lagi akur,
Ketiga anak yang berani
melontarkan kata-kata bernada tinggi,
Ketiga anaknya yang acuh
akan pekerjaan rumah,
Ketiga anak yang kerap
menjadikannya seolah jongos,
Ketiga anak nakal yang
menguji katahanan emosi,
Suami yang tak lagi
memberikan uang tuk kosmetik,
Hingga gurat kecil di
wajah semakin banyak,
Tanda dirinya tak lagi
muda di hidup yang semakin pendek.
Segera ditepis semua
lamunan buruk dalam pikirannya.
Lima puluh tahun hidup di
dunia memang tidaklah mudah.
Bagi seorang ibu yang
telah lahirkan tiga anak
yang terpenting hanyalah rumah
tangga, uang, dan masa depan.
Di usia lima dekade ini
sudah tak memikirkan karier,
apalagi pertemanan,
belanja, dan hiburan lainnya.
Fokusnya hanya anak, bapak,
dan masak.
Walaupun merasa hanya
lulusan sekolah menengah atas,
tetapi wajib menjadi guru
anak-anaknya,
membimbing mereka
mencapai perguruan tinggi.
Walaupun sewaktu muda
jarang menyentuh dapur,
tetapi harus menyajikan
makanan lezat setiap hari.
Walaupun suami tak lagi
sehangat dua puluh tahun lalu,
tetapi hadirnya harus
menghangatkan rumah.
Walaupun anak-anak itu
kerap membentak,
tetapi harus arahkah
mereka tuk lebih berakhlak.
Walaupun sering kali
terasa lelah, lesu, dan tak berdaya,
tetapi tidak sekalipun
mengeluh pada dunia.
Walaupun merasa sedih,
marah, dan kecewa,
tetapi ia kuatkan, tidak sekalipun
air mata jatuh
dihadapan ketiga anak
nakal itu.
Menjelang lima puluh
tahun, dirinya harus semakin kuat
untuk melihat anak dewasa
dan melalui hidup menujua tua.
Semakin hari, kesempatan
hidup di dunia semakin kecil.
Untuk hidup lebih lama
lagi, ia sangat membutuhkan sabar.
Rupanya lebih dari dua
puluh menit telah berlalu,
ia mengevaluasi diri
dalam hati, menyiapkan diri di usia lima puluh.
Tak terasa jam
menunjukkan pukul dua belas lebih dua menit.
Selamat ulang tahun,
Jelita.
Comments
Post a Comment